Program Pengajaran Individual Untuk Siswa Berkebutuhan Khusus
Ditulis
oleh Yani Saptiani S.Pd Guru SLB Negeri Semarang.
Gaung tentang pendidikan inklusi
semakin berkembang, sehubungan dengan hal tersebut maka akan lebih banyak lagi
kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus, seperti Tuna Netra, Tuna Rungu
Wicara, Tuna Daksa, ataupun Autis untuk
dapat bersama-sama belajar dan berinteraksi dengan anak normal pada umumnya di
sekolah regular. Di satu sisi hal ini patut dijadikan kebanggaan namun disisi lain
tidak menutup kemungkinan timbul kendala-kendala pada tahap pelaksanaannya, kendala
tersebut dapat timbul dalam kegiatan dalam suasana pembelajaran ataupun sikap sosial emosional anak
berkebutuhan khusus. Untuk menyikapi kendala tersebut muncul suatu alternative
layanan pendidikan yaitu “ Program Pengajaran Individual/ PPI.
Program Pengajaran Individual merupakan bentuk
layanan Pendidikan Luar Biasa yang
diberikan secara individual, terutama di sekolah yang mengintegrasikan Anak
Berkebutuhan Khusus dengan anak normal.
Kegunaan Program Pengajaran Individual ini adalah menjamin bahwa anak
berkebutuhan khusus memiliki suatu program yang diindividualkan guna
mempertemukan kebutuhan khusus yang dimilikinya dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada orang yang memiliki kepentingan terhadapnya dalam bentuk suatu
program secara tertulis.
Pada dasarnya setiap anak berkebutuhan
khusus wajib untuk mempunyai Program Pengajaran Individual. Program Pengajaran
Individual merupakan bagian penting untuk menghantarkan anak berkebutuhan
khusus dapat belajar secara optimal di sekolah regular. Perlu adanya penyusunan
yang tepat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak. Berikut komponen yang harus ada dalam proses
penyusunan dan pembuatan Program Pengajaran Individual bagi anak berkebutuhan khusus, antara lain :
Satu,
Komponen Deskripsi Kemampuan Siswa
Guru harus menggali dan mengetahui
profile kekuatan dan kelemahan siswa berkebutuhan khusus, hal ini bisa
dilakukan melalui pengumpulan informasi dari semua pihak terkait khususnya
orang tua ataupun melalui observasi dan hasil tes yang diperoleh dari ahli
ataupun tes dan evaluasi guru sendiri. Dalam hal ini yang cenderung lebih diatasi
adalah kelemahan - kekurangan siswa. Contoh : Dari proses pengumpulan data
Siswa X (dengan ketunaan daksa atau cacat tubuh ) kelas 2 SD diketahui siswa lemah
dalam mata pelajaran matematika, Sikap
siswa X juga masih tergolong temperamental, (cenderung putus asa dan pemarah),serta
kurang percaya diri.
Dua,
Komponen Tujuan.
Tujuaan ada dua kategori yaitu tujuan
jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang berisikan apa yang akan
dicapai anak dalam satu tahun pembelajaran mengacu kepada kurikulum yang sudah
ada. Sedangkan tujuan jangka pendek berisikan tujuan spesifik tentang
keterampilan yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Contoh : Siswa X Tuna Daksa kelas 2
dengan Tujuan jangka panjang
pembelajaran matematika diharapkan dapat membaca waktu atau jam. Tujuan jangka
pendeknya anak harus dibekali ketarampilan spesifik seperti hal mengenal angka 1-12 pada jam, mengucap angka 1-12 pada jam,
mengenal fungsi jarum pendek dan jarum panjang pada jam.
Tiga,
Komponen Layanan khusus.
Bagian ini memuat daftar layanan khusus
yang diperlukan siswa berkebutuhan khusus. Layanan ini digunakan untuk
menunjang perkembangan anak dalam proses belajarnya. Jenis layanannya seperti
teraphi, bimbingan psikiater,layanan medis,layanan vokasional, dll. Contoh:
Siswa X tuna Daksa kelas 2 karena
mengalami gangguan fisik dan tergolong
temperamental maka layanan khusus yang dibutuhkan adalah fisioterapi untuk
perbaikan fungsi tubuhnya, terapi perilaku untuk mengontrol dan memperbaiki
emosinya, juga layanan konseling untuk membantu memperbaiki kepercayaan
dirinya.
Empat,
Komponen Pengaturan Layanan.
Bagian ini berisi pengaturan
pemberian layanan pendidikan khusus dan layanan pendidikan regular terkait. Ada saat dimana anak berkebutuhan khusus dapat
bersama-sama belajar dan bekerjasama dalam berbagai kegiatan dengan teman
sebaya nya di kelas regular. Namun ada saatnya juga Anak berkebutuhan khusu
karna situasi tertentu masih harus dikondisikan /ditarik dan belajar di ruang
khusus/ ruang sumber. Contoh: Siswa X Tuna daksa kelas 2 setiap waktu belajar dan bergabung
dalam berbagai aktivitas dengan siswa normal, namun di saat tertentu seperti
pada saat kondisi anak berkebutuhan khusus sedang labil /marah /tantrum anak di
tarik atau dipisah dari kelas regular untuk mendapat penanganan dan pengayaan
di ruang khusus.
Lima,
Komponen Waktu dan Kriteria Evaluasi
Bagian ini berisikan target pelaksanaan program beserta
tanggal pelaksanaan kegiatan untuk setiap tujuan jangka pendek/ keterampilan
khusus yang akan dicapai, diikuti dengan kegiatan evaluasi dan tanggal pelaksanaan evaluasinya untuk
mengetahui tingkat ketercapaian tujuan.Contoh : Siswa X Tuna daksa kelas 2
,tentang hal menguasai keterampilan khusus dalam membaca jam/waktu ,pada bagian
mengenal angka 1-12 harus ada target penguasaan dan jangka waktunya,missal 1
sampai 2 minggu. Kemudian dievaluasi apakah dalam jangka waktu tersebut anak
sudah/belum menguasai,Apabila belum maka perlu dikaji ulang dalam hal pemilihan
metode belajarnya, jenis alat bantu belajar, ataupun pembenahan /pengayaan
materi anak.
Apabila Dalam penyusunannya kompoen
tersebut telah terpenuhi, diharapkan nantinya
Program Pengajaran Individual yang dibuat bagi anak berkebutuhan khusus
dapat terlaksana secara optimal. Anak berkebutuhan khusus dapat belajar dengan
tepat dan berinteraksi dengan anak normal pada umumnya serta memperoleh
kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
***
Ditulis oleh Yani Saptiani S.Pd Guru SLB
Negeri Semarang