KAJIAN ILMIAH "MODEL PEMBELAJARAN VOKASIONAL TUNADAKSA"
LAPORAN
PUBLIKASI ILMIYAH (PI)
KAJIAN
ILMIAH
MODEL
PEMBELAJARAN VOKASIONAL UNTUK TUNA DAKSA
NAMA : YANI SAPTIANI S.Pd, S.Pd
NIP :
1930922 200903 2 009
PANGKAT/
GOLONGAN : PENATA Tk.1 / III d
JABATAN : GURU MUDA
INSTANSI : SLB NEGERI SEMARANG
DINAS
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA TENGAH
SLB NEGERI
SEMARANG
JL.
ELANG RAYA NO.2 MANGUNHARJO SEMARANG
2022
LAPORAN
PUBLIKASI ILMIYAH (PI)
KAJIAN
ILMIAH
MODEL
PEMBELAJARAN VOKASIONAL UNTUK TUNA DAKSA
s
NAMA : YANI SAPTIANI, S.Pd
NIP : 19830922 200903 2 009
PANGKAT/
GOLONGAN : PENATA Tk.1 / III d
JABATAN : GURU MUDA
INSTANSI : SLB NEGERI SEMARANG
IDENTITAS
DIRI
Nama
Guru |
: Yani
Saptiani, S.Pd |
NIP/Nomor Seri Karpeg |
: 19830922 200903 2 009 |
Tempat/tanggal lahir |
: Surabaya
/ 22 September 1983 |
Jenis Kelamin |
: Wanita |
Pangkat /Golongan Ruang |
: Penata Tk.1 /III d |
Jenis Guru |
: Guru Kelas |
NUPTK/NRG |
: 228001101896 |
Nama sekolah dan
alamat |
: SLB
Negeri Semarang Jl. Elang
Raya No. 2 Mangun Harjo Tembalang Semarang |
|
LAPORAN
PUBLIKASI ILMIYAH (PI)
KAJIAN
ILMIAH
MODEL
PEMBELAJARAN VOKASIONAL UNTUK TUNA DAKSA
NAMA : Yani Saptiani, S.Pd
NIP : 19830922 200903 2
009
PANGKAT/
GOLONGAN : PENATA Tk.1
/ III d
JABATAN : GURU MUDA
INSTANSI : SLB NEGERI SEMARANG
Semarang,
Februari 2023
Mengetahui, Penulis,
Sri
Sugiarti,S.Pd M.Pd Yani
Saptiani, S.Pd
NIP.19730827
200801 2 005
NIP.19830922 200903 2 009
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan akan
berhasil dengan baik apabila ditunjang oleh mutu guru yang baik. Peran guru
sangat dibutuhkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kehadiran guru
profesional akan mampu memberikan “kesejahteraan pedagogik” kepada setiap
peserta didik yang akan meningkatkan kecerdasan bangsa yang selanjutnya akan
bermuara pada kesejahteraan umum. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa
masa depan masyarakat, bangsa dan negara di dunia ini termasuk di Indonesia
sebagian besar ditentukan oleh peran guru. Salah satu upaya yang perlu
dilakukan oleh para pendidik untuk menjadikan dirinya sebagai pendidik yang
profesional adalah selalu meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional, maupun sosial. Hal ini mengacu kepada
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu: Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74
tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan
kompetensi bagi Guru dilakukan dalam rangka memenuhi kualifikasi dan menjaga
agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dan/atau olah raga.
Pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah reguler dan sekolah luar biasa
(SLB), hakekatnya untuk membantu anak mengembangkan potensinya. Tujuan
pembelajaran keterampilan vokasional pada hakekatnya adalah untuk membekali
Tunadaksa agar memiliki keterampilan
kerja yang bermanfaat pasca sekolah. Pengelolaan pembelajaran vokasional bagi
Tunadaksa ini tidak mudah. Jika dikaitkan dengan potensi ABK yang bervariasi
dan bersifat individual. Di sisi lain kondisi Tunadaksa yang masih dalam taraf
belajar kemampuan vokasional, tentu belum dapat menghasilkan kualitas hasil
produksi yang memenuhi persyaratan pasar.
Kondisi lebih khusus pada ABK dengan kemampuan /keterbaatsan,
membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar keterampilan dan hanya dapat
menyelesaikan satu atau dua bagian untuk satu jenis produk (Amin, 1995).
Demikian pula yang menjadi tantangan pada peserta didik tunadaksa dalam
pembelajaran keterampilan vokasional. Oleh karena itu mengawali
Materi
tentang pembelajaran keterampilan vokasional bagi peserta didik tunadaksa ini,
akan dibahas mengenai konsep, yang didalamnya membahas tentang pengertian,
tujuan dan ruang lingkup. Selanjutnya pada kegiatan pembelajaran berikutnya
akan dibahas tentang prinsip, teknik dan prosedur pembelajaran vokasional
sederhana, serta terakhir tentang materi dan evaluasi pembelajaran keterampilan
vokasional sederhana.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang masalah di atas maka rumusan masalahyang disajikan dalam makalah ini
adalah : Bagaimana ruang lingkup dan model pembelajaran vokasional sederhana bagi peserta
didik tunadaksa. ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya
makalah ilmiah ini adalah mengintegrasikan
nilai-nilai karakter profesional, kreatif dan belajar sepanjang hayat ini,
peserta diharapkan dapat memahami dan menjelaskan konsep dasar keterampilan
vokasional sederhana bagi peserta didik berkebutuhan khusus, khususnya peserta
didik tunadaksa.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Mengetahui bagaimana dasar,ruang lingkup tentang program
vokasi sederhana untuk Tunadaksa , sebagai guru untuk menunjang pengetahuan
/kompetensi Paedagogik dan Profesional dalam menjalankan tugas mengajar secara
optimal. Dan dapat memenatu perkembangan global/spesifik untuk setiap anak
dengan mengedepankan masing-masing karakteristiknya.
2. Bagi dunia pendidikan
a. Sebagai sumbang saran untuk
diterapkan di sekolah-sekolah khusus, sebagai bahan referensi untuk
penerapan/aplikasi program vokasi khususnya bagi anak Tunadaksa.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Pengertian dan Jenis
Anak dengan
hambatan Bergerak/Tunadaksa.
Hambatan
Bergerak menurut
kamus Weki pedia adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari
bahasa Inggris orthopedically handicapped. Orthopedic mempunyai arti yang
berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian. Dengan demikian, cacat
ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang dan persendian atau dapat
juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem
otot, tulang dan persendian.
Menurut Somantri tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu
sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam
fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan olah penyakit, kecelakaan,
atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
2.
Tingkat gangguan Hambatan Bergerak
Berikut
tingkat gangguan anak adalah ringan yaitu memiliki
keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam
gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
3.
Jenis Hambatan
Gerak
Berikut
Jenis/ penggolongan dari Hambatan Bergerak
a. Cerebral Palsy (CP)Adalah istilah pada anak
tunadaksa yang mengalami kekakuan atau kelumpuhan karena sebab-sebab yang
terjadi di otak dalam masa perkembangan dan bersifat non progresif.
Penyebabnya dapat terjadi saat
masih dalam kandungan, saat persalinan dan faktor setelah kelahiran. Kelumpuhan ringan atau berat,
berbentuk hemiplegia, quadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Gangguan koordinasi dan
keseimbangan. Gangguan komunikasi, artinya
anak mungkin tidak memberi respon atau reaksi seperti anak lainnya.Gangguan
perkembangan mental. Biasanya pada anak CP yang disertai terbelakang mental
disebabkan oleh anoksia cerebri yang cukup lama, sehingga timbul atropi cerebri
yang menyeluruh. Kira-kira separuh dari anak-anak CP disertai retardasi mental.
Mungkin juga ditemukan gangguan penglihatan,
contohnya hemianopsoa (gangguan lantang pandang), low vision, strabismus atau
kelainan refleksi bola mata, gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan
sensibilitas (rasa) dll.
Kelumpuhan yang terjadi dapat mengenai otot-otot di
manapun, seperti otot bahu, otot di belakang lengan, otot punggung atau otot
ibu jari, tetapi yang paling sering ditungkai. Ada sebagian anak yang hanya
mengalami sedikit lemah otot, sementara yang lain mengalami lump Gejala
kelainan CP berdasarkan tipenya, yakni :
1.Spastik mengalami kekakuan,
kontraksi otot, sulit melakukan gerakan, anggota gerak bawah dapat berbentuk
gunting. Ada kepalanya terputar ke satu sisi, bahu dan kepala menekan ke
belakang, kepalan menggenggam ibu jari, lutut rapat dan tungkai kaku, lengan
mungkin kaku dan lurus menyilangserta saat belajar berjalan posisi anak kaku,
canggung dengan lutut tertarik rapat tertekuk. Diduga gangguan terletak di
pusat penggerak (area motorik) dan traktus piramidalis.
2. Athetoid salah satu jenis CP dengan ciri
gerakan-gerakannya tidak terkontrol, baik dikaki, lengan, tangan atau otot
wajah. Kerusakan otaknya diduga pada daerah ganglia basalis dan traktus
piramidalis.
3.
Ataxia ditandai dengan adanya
gerakan-gerakan tidak terkoordinasi dan kehilangan keseimbangan, kesulitan
duduk, berdiri dan berjalan. Kalau jalan seperti orang mabuk, tahan dan kaku.
Kerusakan sempoyongan dan terhuyung-huyung. Kerusakan otaknya diduga terjadi di
otak kecil (cerebellum).
4. Rigid ditandai adanya otot yang sangat kaku begitu
juga dengan gerakannya. Otot tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot
waktu berjalan, tertahan-tahan dan kaku. Kerusakan otaknya kemungkinan
dibeberapa tempat di otak atau menyebar.
5. Tremor tandanya terdapat gerakan-gerakan kecil tanpa
disadari, dengan irama tetap, lebih mirip dengan getaran, sehingga menimbulkan
kesulitan dalam melakukan kegiatan. Kerusakan otaknya diduga pada ganglia
basalis.
B. Kajian Program Vokasi
1. Konsep Dasar Program Keterampilan Vokasi
Keterampilan
vokasional menurut Puskur Depdiknas (2007) merupakan keterampilan membuat
sebuah produk yang berkaitan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
masyarakat.
Keterampilan vokasional bagi peserta didik
berkebutuhan khusus, disebut juga sebagai keterampilan vokasional sederhana,
yang diartikan sebagai penyederhanaan atau pemecahan sub-sub yang lebih kecil
pada keterampilan vokasional secara umum ke dalam bentuk yang lebih disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Penyederhanaan dilakukan agar keterampilan vokasional yang bersifat kompleks
dapat dijangkau atau diserap oleh peserta didik berkebutuhan khusus, khususnya
peserta didik tunadaksa, sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Contoh
keterampilan vokasional sederhana adalah kemampuan meracik bumbu masakan dapat
dijadikan modal kemampuan untuk bekerja pada industri tata boga. Dengan
keterampilan vokasional sederhana diharapkan peserta didik tunadaksa dapat
menguasai jenisjenis keterampilan yang memadai sebagai bekal mereka terjun di
dunia kerja yang sesungguhnya.
2. Tujuan Keterampilan Vokasi Sederhana
Tujuan
pembelajaran keterampilan vokasional bagi peserta didik tunadaksa pada hakekatnya
adalah membekali peserta didik tunadaksa agar memiliki keterampilan kerja yang
bermanfaat pasca sekolah.
Secara lebih khusus tujuan pembelajaran keterampilan
sederhana diterangkan dalam Undang-undang No 22 Tahun 2006 tentang Standar isi
Pendidikan Pembelajaran Keterampilan
pravokasional di SMPLB dan Vokasional di
SMALB, agar peserta didik memiliki kemampuan:
1) Mampu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan membuat berbagai produk kerajinan
dan produk teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia.
2) Memiliki
rasa estetika, apresiasi terhadap produk kerajinan, produk teknologi, dan
artefak dari berbagai wilayah Nusantara maupun dunia.
3) Mampu
mengidentifikasi potensi daerah setempat yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan kerajinan dan pemanfaatan teknologi sederhana.
4) Memiliki
sikap profesional dan kewirausahaan.
Sedangkan menurut Andriyanti, (2012), pembelajaran
keterampilan vokasional sederhana bertujuan untuk:
1) Mengembangkan
pengetahuan melalui penelaahan jenis, bentuk, sifat-sifat, penggunaan dan
kegunaan alat, bahan, proses, dan teknik membuat berbagai produk kerajinan dan
produk teknologi yang berguna bagi kehidupan, termasuk pengetahuan dalam
konteks budaya dari benda-benda tersebut.
2) Mengembangkan
kepekaan rasa estetik, rasa menghargai terhadap hasil produk jinan dan produk
teknologi masa kini serta artefak hasil produk masa lampau dari berbagai
wilayah Nusantara maupun dunia.
3) Mengembangkan
keterampilan untuk menghasilkan produk kerajinan dan produk teknologi serta
industri sederhana yang beguna bagi kehidupan manusia dengan menerapkan ilmu
pengetahuan yang telah diperolehnya.
4) Menanamkan
apresiasi berbagai tatanan kehidupan di dunia termasuk budayanya sehingga dapat
menumbuhkan kecintaan budaya berkarya yang bercirikan Indonesia.
5) Mengembangkan
kepekaan kreatif melalui berbagai kegiatan penciptaan bendabenda produk
kerajinan dan teknologi menggunakan bahan-bahan alam maupun industri.
6) Mengembangkan
sikap toleransi, demokrasi, beradab, mandiri serta mampu hidup rukun dalam
masyarakat yang majemuk.
7) Menumbuhkembangkan
sikap profesional, kooperatif, toleransi, kepemimpinan (leadership), kekaryaan (employmentship) dan kewirausahaan
(entrepreneurship).
Bimbingan vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan
kerja untuk peserta didik tunadaksa mempunyai peranan yang sangat penting
untuk:
1) Membantu
peserta didik dalam menilai kemampuan dasar yang dimilikinya, minatnya, sikap
serta kecakapan khusus yang mereka miliki.
2) Mengarahkan
peserta didik kepada kemungkinan-kemungkinan pekerjaan yang sesuai dengan
potensinya dan sesuai dengan keterbatasan yang ditimbulkan karena hambatan yang
disandangnya.
3) Memberikan
bimbingan khusus bagi peserta didik yang mendapat kesulitan dalam menentukan
karirnya di masa yang akan datang.
Gambar 3. 1 Karya telur hias dari penyandang
tunadaksa
Sumber: www.suryaonline.co.id
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Pembelajaran Keterampilan Vokasional Bagi Peserta
Didik Tunadaksa
Rruang lingkup pembelajaran
keterampilan vokasional sederhana bagi peserta didik tunadaksa, berikut akan
diuraikan tentang tugas-tugas perkembangan peserta didik tunadaksa dan
kurikulum untuk persiapan karir peserta didik tunadaksa. Pemaparan tentang
tugas-tugas perkembangan ini penting agar guru dapat memberikan kesempatan
seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan
usia mereka. Sedangkan kurikulum untuk persiapan karir adalah untuk mengetahui
jenis program, penekanan kurikulum, dan disiplin ilmu yang mendukungnya.
a. Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
Tugas-tugas perkembangan adalah tugas
yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan
individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa
keberhasilan individu dalam melaksanakan tugastugas berikutnya. Akan tetapi
jika gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi
tugas-tugas berikutnya. Berikut tugas-tugas perkembangan anak usia 12-18 tahun
untuk tujuan program pendidikan keterampilan kerja (termasuk anak pada satuan
pendidikan SLTA) menurut Harlock (Julia, 2011:24)
Tabel 3. 1
Tugas-tugas perkembangan anak usia 12-18 tahun untuk tujuan program pendidikan keterampilan
kerja
Tugas Perkembangan |
Hakekat tugas |
Dasar biologis |
Dasar psikologis |
|
||||
Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan |
Memilih pekerjaan yang memerlukan kemampuan serta
mempersiapkan pekerjaan |
Ukuran dari kekuatan badan sekitar usia 18 tahun sudah cukup
kuat dan tangkas untuk memiliki dan menyiapkan diri memperoleh lapangan pekerjaan |
Dari hasil penelitian mengenai minat di kalangan remaja,
ternyata remaja usia 16-19 tahun, minat utamanya tertuju pada pemilihan dan
mempersiapkan lapangan pekerjaan. Sebenarnya prestasi peserta didik di
sekolah, tentang apa yang akan dicitacitakannya, kemana akan melanjutkan
pendidikannya, secara samar-samar dapat menjadi |
|
||||
|
|
|
|
gambaran
tentang lapangan pekerjaan yang diminatinya. |
||||
|
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi
kewarganegaraan |
Mengembangkan
konsep tentang hukum, politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. |
Pada usia 14 tahun,
sistem syaraf dan otak telah mencapai tahap ukuiran kedewasaan |
Berkembangnya
kemampuan kejiwaan yang cukup besar dan perbedaan individu dalam perkembangan
kejiwaan yang sangat erat hubungannya dengan perbedaan dalam penguasaan
bahasa, pemaknaan, perolehan konsepkonsep, minat dan motivasi. |
||||
|
Mencapai
dan mengharapkan tingkah
laku sosial yang bertanggung jawab |
Berpartisipasi
sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan mampu
menjunjung nilainilai
masyarakat dalam bertingkah laku |
Tugas
ini tidak terlalu menuntut dasar biologis. Tugas ini berkaitan erat dengan
pengaruh masyarakat terhadap individu, kecuali jika menerima
adanya insting
sosial pada manusia atau memandang bagus tingkah laku remaja merupakan sublimasi
dari dorongan seksual |
Proses
untuk mengaitkan diri individu kepada kelompok sosialnya telah berlangsung
sejak individu dilahirkan. Sejak kecil anak diminta untuk menjaga hubungan
baik dengan kelompok, berpartisipasi sebagai anggota kelompok sebaya, dan
belajar bagaimana caranya berbuat sesuatu untuk kelompoknya. Ini berlangsung
sampai dengan individu itu mencapai fase remaja. |
||||
Tabel di atas adalah pemaparan
tentang peserta didik tunadaksa yang tidak memiliki hambatan intelektual.
Sedangkan bagi peserta didik tunadaksa yang memiliki hambatan intelektual,
tugas-tugas perkembangannya harus mempertimbangkan hambatan, potensi dan
kebutuhan mereka.
Tabel
3. 2 Profil persiapan karir menurut
Krik, S.A & Gallagher, J.J dalam Julia (2011:19)
Usia
kronologis |
Jenis
program |
Penekanan kurikulum |
Disiplin
ilmu yang mendukungnya |
5 – 12 |
Kelas khusus |
•
Sikap •
Tingkah laku •
Pendidikan karir •
Akademik •
Keterampilan merawat
diri |
Pendidikan khusus |
12 – 15 |
Kelas pra vokasional |
•
Kesadaran akan karir •
Activity Daily Living
(ADL) •
Keterampilan sosial •
Kebiasaankebiasaan
kerja •
Akademik |
•
Pendidikan khusus •
Pendidikan vokasional
|
15 – 18 |
Pelatihan vokasional |
•
Akademik terkait •
Latihan keterampilan •
Kebiasaan kerja •
Activity Daily Living (ADL) |
•
Pendidikan khusus •
Pendidikan vokasional
•
Rehabilitasi
vokasional |
13 – 19 |
Pelatihan pekerjaan
kompetitif |
•
Tugas inti •
Latihan di lapangan •
Activity Daily Living (ADL) •
Kebiasaan kerja |
•
Pendidikan khusus •
Pendidikan vokasional
•
Rehabilitasi
vokasional |
17 – dewasa |
Pekerjaan kompetitif
dengan fasilitas terlindung |
Dukungan sesuai
kebutuhan (terspesifikasi pada
PPI) |
Rehabilitasi vokasional (pendidikan khusus dan vokasional
untuk peserta didik usia 17 – 21) |
Berdasarkan tabel di atas,
usia kronologis 12-15 tahun atau setara dengan usia peserta didik SMP, jenis
programnya adalah kelas pravokasional. Pada kelas pravokasional ini penekanan
kurikulumnya adalah kesadaran akan karir, ADL, keterampilan sosial,
kebiasaan-kebiasaan kerja, dan akademik. Sedangkan usia kronologis 15-18 tahun
atau setara dengan usia peserta didik SMA, jenis programnya adalah pelatihan
vokasional. Pada pelatihan vokasional ini penekanan kurikulumnya adalah akademik terkait, latihan keterampilan,
kebiasaan kerja, dan ADL. Di dalam mata pelajaran Keterampilan pravokasional
berisi kumpulan bahan kajian yang memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam
membuat suatu benda kerajinan dan teknologi.
B. Ruang lingkup
Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana bagi Peserta Didik Tunadaksa
Kurikulum bagi peserta didik
berkebutuhan khusus, khususnya peserta didik tunadaksa digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan untuk mencapai
kemandirian peserta didik. Terutama dalam proses belajar mengajar bagi peserta
didik tunadaksa -terutama yang IQ (Intelligence Quotient) di bawah angka 70--
maka diprioritaskan sebanyak 80 persen muatan keterampilan dan sisanya adalah
pendidikan akademik seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA).
Sebanyak 80% keterampilan kecakapan hidup itu pun disesuaikan dengan kebutuhan
pasar dan potensi yang ada di daerah (Mudjito,)
Kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan
khusus, khususnya peserta didik tunadaksa yang
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, dan keterampilan sosial, merupakan
salah satu mencakup keseluruhan dimensi kompetensi yang meliputi kognitif,
afektif, dan psikomotor, mata pelajaran. Berbagai model pembelajaran bagi
peserta didik berkebutuhan khusus jenjang pendidikan dasar (usia 7-15 tahun)
dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan
bakat dan minat peserta didik, menumbuhkembangkan bakat dan minat peserta
didik, mempersiapkan peserta didik sebagai bagian dari anggota masyarakat yang
mandiri serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih ting Sebagai
negara yang berada di persimpangan samudera, iklim dan lalu lintas dunia,
Indonesia mempunyai kekayaan alam yang luar biasa, oleh karena itu diperlukan
pendidikan keterampilan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang
berkapasitas untuk memanfaatkan potensi lokal menjadi produk barang dan jasa
unggulan yang dapat diterima oleh pasar nasional maupun internasional. Jenis
keterampilan yang diberikan adalah keterampilan kerja praktis dan tidak
memerlukan legalitas formal akademis serta mudah dilakukan serta berorientasi
kerja. Pilihan jenis keterampilan cukup beragam agar peserta didik dapat
membuat keputusan, kreatif dengan kemampuan vokasional yang adaptif dan
efektif.
Pelatihan keterampilan yang dilakukan
dirancang untuk mempersiapkan peserta didik berkebutuhan khusus, khususnya
peserta didik tunadaksa untuk praktek di bidang multi disiplin kompetensi untuk
menjadi seorang mandiri, profesional, agar produknya memiliki daya saing di
pasaran. Hal ini seiring untuk menunjang program pemerintah dalam menggalakkan
industri ekonomi kreatif. Ada 14 industri yang diidentifikasi sebagai industri
kreatif, yaitu: (1) arsitektur, (2) desain, (3) kerajinan, (4) layanan komputer
dan peranti lunak, (5) mode, (6) musik, (7) pasar seni dan barang antik, (8)
penerbitan dan percetakan, (9) periklanan, (10) permainan interaktif, (11)
riset dan pengembangan, (12) seni pertunjukan, (13) televisi dan radio, serta
(14) video, film, dan fotografi. Bagi sebagian peserta didik berkebutuhan
khusus yang memiliki kemampuan yang sama dapat mengambil peran dalam program
pemerintah tersebut, asalkan mereka diberikan kesempatan dan pembinaan ataupun
diberi pelatihan keterampilan seuai kemampuannya.
Ruang lingkup
Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana dalam Kurikulum 2013 bagi
Peserta Didik Tunadaksa
Pembelajaran
keterampilan vokasional sederhana terdapat pada jenjang SDLB, SMPLB dan
SMALB. Dalam kurikulum 2013,
pembelajaran keterampilan untuk jenjang SDLB tunadaksa terdapat pada mata
pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Pada jenjang SMPLB keterampilan vokasional
sederhana dilaksanakan pada mata
pelajaran Prakarya. Sedangkan di jenjang SMALB, keterampilan vokasional
sederhana dilaksanakan pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, serta
Pemilihan Peminatan. Ruang
lingkup Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana dalam Kurikulum 2013
bagi Peserta Didik Tunadaksa Pembelajaran keterampilan vokasional sederhana
terdapat pada jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB.
Dalam kurikulum 2013, pembelajaran keterampilan untuk jenjang SDLB
tunadaksa terdapat pada mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Pada jenjang
SMPLB keterampilan vokasional sederhana
dilaksanakan pada mata pelajaran Prakarya. Sedangkan di jenjang SMALB,
keterampilan vokasional sederhana dilaksanakan pada mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan, serta Pemilihan Peminatan.
Yang
Meliputi :
1.Teknologi Informasi dan Komputer ,2.Pariwisata
,3.Tata Kecantikan ,4.Akupresur ,5.Komunikasi,6.Jurnalistik ,7.Tata Boga,8.Tata
Busana ,9.Elektronika,10.Otomotif ,11.Seni Pertunjukan,12.Seni Rupa dan Kriya
Gambar 3. 2 Usaha kerajinan tangan yang berada
di Surabaya ini mempekerjakan sekitar 40 penyandang tunadaksa dan anak putus sekolah.
Sumber: detik foto
C. Arah
Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana
Suhartiwi (2010:8-13) membuat sebuah diagram tentang arah pembelajaran
keterampilan vokasional sederhana berdasarkan kriteria kondisi Tunadaksa, yaitu
ringan, sedang, berat, dan belum pernah sekolah. Berikut penjelasannya.
1.Arah Pembelajaran
Keterampilan Vokasional Sederhana kategori ringan.
Kriteria kondisi Tunadaksa ringan dalam
paparan ini dijelaskan dengan kondisi: (1) Tunadaksa tidak memiliki
kompleksitas kekhususan yang sandang; (2) kecerdasan Tunadaksa normal; (3)
Tunadaksa mudah melakukan adaptasi dilingkungannya; (4) Tunadaksatidak memiliki
banyak hambatan untuk beraktivitas dalam kehidupan.
Program pembelajaran keterampilan bagi
Tunadaksa ringan dapat disamakan dengan
anak normal di sekolah reguler dengan penyesuaian cara penyajian dan isi bahan
ajar berdasar kebutuhan. Arah pembelajaran mencakup dua tujuaan, yaitu: (1)
arah pembelajaran untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih,
sehingga lebih berfokus keterampilan akademik dan personal social dan (2) kecerdasan
Tunadaksa normal; (3) Tunadaksa mudah melakukan adaptasi dilingkungannya; (4)
Tunadaksa tidak memiliki banyak hambatan untuk beraktivitas dalam kehidupan.
Program
pembelajaran keterampilan bagi Tunadaksa ringan dapat disamakan dengan anak
normal di sekolah reguler dengan penyesuaian cara penyajian dan isi bahan ajar
berdasar kebutuhan . Arah pembelajaran
mencakup dua tujuaan, yaitu: (1) arah pembelajaran untuk persiapan melanjutkan
ke jenjang pendidikan lebih, sehingga lebih berfokus keterampilan akademik dan
personal social dan (2) untuk mempersiapkan Tunadaksa memasuki dunia kerja.
Gambar
Arah Pembelajaran Keterampilan Vokasional ABK (Tunadaksa) Sederhana kategori ringan.
2. Arah Pembelajaran Keterampilan Vokasional
Sederhana kategori sedang
Kriteria kondisi Tunadaksa sedang diindikasikan dengan
kondisi: (1) memiliki kompleksitas
kekhususan ; (2) kecerdasTunadaksa di bawah rata-rata normal; (3) Tunadaksa
mengalami hambatan untuk melakukan adaptasi dilingkungannya; (4) Tunadaksa memerlukan
alat khusus untuk beraktivitas dalam
kehidupan.
Gambar Arah Pembelajaran Keterampilan Vokasional
Sederhana kategori sedang ABK (Tunadaksa)
Program
pembelajaran keterampilan bagi Tunadaksa kategori sedang difokuskan untuk
mengembangakan kemampuan akademik dan lebih tepat di sekolag segregasi atau
sekolah khusus/SLB. Melalui program intervensi di sekolah segregasi Tunadaksa
kategori sedang mendapatkan layanan sesuai kebutuhan individual. Tujuan program
pembelajaran keterampilan bagi Tunadaksa kategori sedang untuk persiapan masuk
dunia kerja. Bahan ajar ditekankan untuk mencapai pengembangan keterampilan
akademik funsional, keterampilan adaptasi dan salah satu jenis keterampilan
kerja yang sesuai kemampuan. Proses pembelajaran keterampilan dilaksanakan oleh
sekolah melalui magang pada tempat kerja sesuai jenis program pembelajaran
keterampilan yang dipelajaran. Proses magang langsung ini dilakukan mengingat
kemampuan kecerdasan Tunadaksa kategori sedang terbatas sehingga mereka
memerlukan situasi nyata dalam pembalajaran atau melakukan lansung dalam
lingkungan karja sebenarnya. Kemudian pasca lulus sekolah wajib mengikuti
pendidikan di lembaga asosiasi/organisasi Tenaga kerja . Lembaga ini berfungsi
sebagai masa transisi dari lemabga persekolah ke dunia kerja. Peran yang
dilakukan lembaga ini memperdalam pembelajaran keterampilan kerja bagi
Tunadaksa sehingga memiliki kemampuan tingkat mahir (tingkat kemampuan kerja
sesuai kebutuhan temapat bekerja pasca sekolah). Selain itu untuk mendapatkan
sertifikat kompetensi tingkat mahir jenis pekerjaan tertentu melaui uji latih
mandiri. Berdasarkan kompetensi ini Tunadaksa ditempatkan dalam lembaga kerja
yang sesuai.
3.Arah Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana kategori Berat.
Kriteria
kondisi ABK berat minimal mencakup: (1) Tunadaksa menyandang variasi kekhususan
yang sangat menghambat perkembangan dan kemampuan dalam hidup (2) kecerdasan
Tunadaksa sangat rendah atau tercakup di dalam kategori grade palinga bawah;
(3) Tunadaksa mengalami banyak hambatan untuk melakukan adaptasi
dilingkungannya; (4) Tunadaksa memerlukan alat dan bimbingaan khusus secara
terus menerus untuk melakukan kegiatan dalam kehidupan. Program pembelajaran keterampilan bagi
Tunadaksa kategori berat ditekankan untuk mencapai kemampuan menolong diri
sendiri bagi yang mampu. Namun bagi Tunadaksa yang tkondisinya sangat berat
program ditekankan agar mereka dapat melakukan gerakan fisik meskipun sangat
terbatas.
Bahan ajar pembelajaran mencakup
kegiatan menolong diri sndiri dalam kehidupan sehari-hari. Tunadaksa berat yang memiliki kemampuan bekerja meskipun sangat
terbatas (mampu menyelesaikan bagian atau sub-sub bagian salah satau jenis
pekerjaan) perlu dilatih untuk kemempuan kerja disektor kerja rumah
tangga.
Hasil kerja tersebut minimal untuk
memenuhi sebagaian kebutuan diri Tunadaksa. Arah pembelajaran keterampilan
bertujuan agar Tunadaksa dapat mengurangi bantuan orang lain dalam memenuhi
kegiatan hidup sehari-hari. Dengan demikian isi materi pembelajaran dan
penyajian serta tolok ukur hasil belajar dikembangkan sesuai kebutuhan
individual. Dalam hal ini tunadaksa
dapat belajar kegiatan yang bersifat praktis. Pelaksanaan pembelajaran dalam
sekolah segregasi berasrama atau bahkan dibelari layanan pendidikan di dalam
keluarga. Pembelajaran dilakukan dalam ruanglingkup tempat tinggal Tunadaksa.
Waktu belajar sangat fleksibel, artinya sesuai kemampuan anak mencapai hasil
balajar berupa kinarja yang membentuk kebiasaan (habit). Selanjutnya pasca
sekolah (setelah ABK mengusai kemampuan yang dipelajari secara maksimal) tetap
dibimbing hidup bermasyarakat. Dalam hal ini masyarakat di sekitar Tunadaksa
kategori berat perlu berperan serta secara aktif memberikan pembimbingan agar
Tunadaksa ketegori berat dalam hidup di lingkungannya.
Dengan demikian pembelajaran keterampilan ABK kategori
berat berlangsung terus menerus sepanjang ABK hidup.
D.
Teknik Pembelajaran Vokasional bagi Peserta Didik Tunadaksa
Pembelajaran keterampilan vokasional menitikberatkan pada berbagai
keterampilan untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat. Dalam proses
belajar mengajar kepada peserta didik tunadaksa, guru perlu mendampingi peserta
didik dengan menggunakan teknik pembelajaran sebagai berikut :
a. Latihan
Melalui kegiatan melakukan sendiri, peserta didik
memperoleh pengalaman langsung dari apa yang mereka kerjakan. Latihan yang
dilakukan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik sehingga mereka senang
melakukannya. merupakan metode yang menggunakan peragaan untuk memperjelas
suatu atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu pada peserta didik.
b.Praktik langsung
adalah memberikan materi pembelajaran keterampilan
vokasional menggunakan alat atau benda, seraya diperagakan, dengan harapan
materi menjadi jelas dan gamblang, peserta didik juga sekaligus dapat
mempraktikkan materi yang dimaksud.
Gambar 4.1 Tumisin, penyandang tunadaksa saat
mengerjakan kerajinan tangan dalam KSN Indotera Expo 2013, di Jakarta. Sumber :
www.vivanews.co.id
3.Prosedur Pelaksanaan
Pembelajaran Keterampilan Vokasional Sederhana bagi Peserta Didik Tunadaksa
Adapun
materi program untuk peserta didik, pengajar vokasional sebelumnya harus
mengindentifikasi dan menyeleksi materi program dengan mempertimbangkan potensi
dan kebutuhan peserta didik tunadaksa, hal-hal yang merupakan potensi
vokasional diterangkan oleh Finch dan Crukilton (dalam Julia, 2011: 20) sebagai
berikut:
a.Keterampilan dan kemampuan umum dan khusus peserta
didik
b.Bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik
c.Kepribadian dan temperamen peserta didik
d.Nilai-nilai dan tingkah laku
e.Motivasi
f. KapasitasFisik
g. Toleransi Kerja
Kemudian dilakukan asesmen terhadap potensi vokasional
seorang peserta didik tunadaksa. Setelah itu guru vokasional dapat merancang
program keterampilan vokasional bagi peserta didik tersebut. Karena kebutuhan
dan potensi yang dimiliki peserta didik tunadaksa berbedabeda, maka program
vokasional yang dirancang untuk peserta didik tunadaksa yang satu bisa berbeda
dengan peserta didik tunadaksa yang lain. Di sini program pembelajaran
individual (PPI) diperlukan.
Dari hasil asesmen tersebut, guru kemudian membuat
suatu persiapan untuk program pendidikan keterampilan vokasional tersebut. Menurut Horton dalam Julia (2011: 21)
Persiapan program tersebut harus memenuhi beberapa kriteria , yaitu:
1. Peserta
didik tertarik pada keterampilan vokasional yang dimaksud
2. Keterampilan
vokasional tersebut diperlukan di masyarakat (berbasis kebutuhan masyarakat)
3. Peserta
didik memiliki akses untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan
4. Peserta
didik memiliki keterampilan dasar yang diperlukan, misalnya jika keterampilan
vokasional tersebut membutuhkan keterampilan/kemampuan berjalan, maka peserta
didik terebut harus memiliki keterampilan orientasi dan mobilitas yang memadai.
5. Peserta
didik dapat mempelajari bagaimana menggunakan bahan dan alat secara benar dan
aman, dan
6. Peserta
didik dapat diajarkan langkah-langkah yang benar untuk melakukan keterampilan
vokasional tersebut.
Dalam pelaksanaannya, guru dapat membantu peserta
didik dengan menganalisis keterampilan vokasional tersebut sebelum memulai
pelajaran. Pertama, uji tiap langkah apakah dapat diikuti oleh peserta didik
pada umumnya. Kedua, tentukan langkah-langkah mana yang akan sulit diikuti oleh
peserta didik tunadaksa. Ketiga, tentukan adaptasi apa yang diperlukan oleh
peserta didik tunadaksa untuk mengerjakan langkah tersebut dengan aman dan
benar. pastikan langkah-langkah kerja yang sulit telah digantikan oleh
langkah-langkah adaptasi, setelah itu, baru boleh dijadikan program keterampilan
vokasional untuk peserta didik tunadaksa.
E.
Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Vokasional Bagi Tunadaksa
Evaluasi pada pembelajaran keterampilan
vokasional difokuskan untuk mengukur ketercapaian kompetensi teknis (penguasaan
materi keterampilan dan indikator keterampilan vokasional yang dikuasai peserta
didik. Keberhasilan pembelajaran terlihat dari penguasaan peserta didik
terhadap kedua komponen tersebut. Melalui kegiatan evaluasi guru dapat
mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui
tingkat pencapaian tujuan dari kegiatan pembelajaran. Secara rinci Tujuan
evaluasi pembelajaran keterampilan vokasional antara lain sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.
b. Untuk
dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa yang harus
diajarkan kepada atau dipelajari oleh peserta didik.
c. Untuk
mengetahui hasil belajar peserta didik
d. Untuk
mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, sehingga dapat
dirumuskan langkah-langkah perbaikan.
e. Untuk
mengetahui dan memutuskan apakah peserta didik yang dapat melanjutkan ke
program berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remedial.
f.
Untuk mendiagnosa
kesulitan peserta didik.
g. Untuk
dapat mengelompokkan peserta didik secara cermat.
Dalam
pelaksanaanya evaluasi memiliki fungsi yaitu:
A.
fungsi penempatan
B.
formatif
C.
diagnostik,
D. sumatif,
E.
seleksi.
Secara
khusus, evaluasi dalam pembelajaran keterampilan vokasional harus memperhatikan
prinsip :
a. Kejelasan
tujuan, apakah akan menilai kreatifitas, penguasaan teknik berkarya,
spontanitas dalam membuat garis,
b. Evaluasi
perlu dilakukan dalam menumbuhkan dan mengembangkan peserta didik,
c. Evaluasi
seharusnya membuat kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan program
sekolah,
d. Evaluasi
harus direncanakan dengan teliti dan dipersiapkan untuk penilaian
selanjutnya,
e. Evaluasi
seharusnya menghasilkan kerjasama antara peserta didik, guru, orang tua yang
memperhatikan proses pertumbuhan peserta didik,
f.
Evaluasi mengharuskan
menggunakan beberapa alat dan teknik untuk mengumpulkan data tentang
perkembangan peserta didik,
g. Evaluasi
hendaknya mencatat kemampuan dan memelihara penafsiran data tentang peserta
didik,
h.
Penilaian sosial,
i.
Evaluasi mendorong
kegiatan penelitian, eksperimen, dan progress.
Evaluasi
pembelajaran pembelajaran keterampilan vokasional berdasarkan perilaku yang
dapat diamati terdiri dari persepsi, pengetahuan, komprehensi, analisis,
penilaian dan berkarya. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan pada saat proses
dan akhir pembelajaran.
Metode
evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur proses dan portofolio. Penilaian
proses pada dasarnya dapat dilakukan langsung oleh guru dengan teknik observasi
(pengamatan). Selain itu, sejumlah informasi dapat dikumpulkan dalam rangka
penilaian proses. Sedangkan penilaian portofolio atau penilaian karya merupakan
penilaian yang dominan dalam proses pembelajaran di sekolah yang merupakan
kumpulan hasil dari tes maupun non tes yang menggambarkan kemampuan/kompetensi
peserta didik.
Adapun
Jenis tes keterampilan vokasional yang dipakai adalah:
Adapun Jenis tes
keterampilan vokasional yang dipakai adalah:
a. tes
identifikasi : untuk mengukur kinerja seseorang atas dasar tandatanda atau
sinyal saat diberikan tes
b. tes
simulasi : untuk mengukur kinerja dalam situasi yang mirip dengan situasi
sebenarnya
c. uji
petik kerja/work sampel test : mengukur kinerja dalam situasi yang sebenarnya
atau tes tulis keterampilan untuk menghasilkan disain/rangkaian, gambar
dll.
d. Instrumen
tes dapat berupa tes tulis, tes lisan dan tes tindakan. Non tes berupa
observasi, wawancara, inventori maupun skala.
Metode
evaluasi yangtepat akan mengoptimalkanperkembangan kemampuan anak di bidang
vokasional.
BAB IV
KESIMPULAN
Program pembelajaran keterampilan bagi
Tunadaksa dimulai dengan intervensi dalam
lembaga di Sekolah dan juga di rehabilitasi.Sekolah
dan Rehabilitasi dimaksudkan untuk memberikan program transisi untuk persiapan
memasuki program pembelajran keterampilan. Intervensi dalam lembaga
rehabilitasi ditekankan program khusus atau pengembangan program prasyarat
belajar dan persiapan fisik dan mental untuk pembelajaran keterampilan. Langkah
berikutnya Tunadakda diberi intervensi sesuai kelompoknya, yaitu: Tunadaksa belum
pernah sekolah usia sekoilah pelaksanaan pembelajaran keterampilan memilih
model Arah Pembelajaran Keterampilan dalam disesuai dengan tingkat usia dan
kondisi kekhususan Tunadaksa. Bagi
Tunadaksa belum pernah sekolah kelompok
usia dewasa diberikan program
pembelajaran keterampilan melalui magang dalam dunia usaha yang sesuai dengan
jenis pekerjaan sebagai vokasi pasaca pendidikan. Pasca pelatihan tingat dasar
dan tingkat terampilan dilanjutkan magang secara khusus organisasai/asosiasi
tenaga kerja Tunadaksa untuk melakukan
uji latih kerja mandiri dan mendapatkan sertifikat kompetensi. Arah pembelajaran keterampilan untuk
Tunadaksa kelompok ini bertujuan untuk membekali keterampilan salah satu jenis
kerja yang menjadi minat Tunadaksa. Berdasarkan kompetensi ini Tunadaksa ditempatkan
pada lembaga kerja yang sesuai dengan tempat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abin
Syamsuddin Makmun, (2002), Psikologi
Kependidikan – Perangkat Sistem
Pengajaran Modul,
Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Amin. 1995. Ortopedagogik
Anak Tunagrahita. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Ambar
Astuti. 1997. Pengetahuan keramik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Andriyani, N. .2009. Pembelajaran Keterampilan Topiari pada Anak Cerebral Palsy.
Bandung: PLB FIP UPI.
Anwar. 2006. Pendidikan
Kecakapan Hidup: Konsep dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta.
Astati. 2009. Karakteristik
dan Pendidikan Anak Tunadaksa dan Tunalaras. Bandung: UPI
Bambang
Nugroho. 2008. Kurikulum dan Program
Pendidikan SLB/B Panghudi Luhur Kebun Jeruk Jakarta. Dalam Situs SLB B
Pangudi Luhur, diakses 2 Juni 2012.
Ciptono dan Ganjar Triadi. 2009. Guru Luar Biasa. Bandung . Bentang Pustaka.
Depdiknas. 2007. Naskah
Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran TIK. Jakarta: Balitbang
Puskur Depdiknas
Dewa
Ketut Sukardi, (1983), Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, Surabaya:
Usaha Nasional Depdiknas. 2004. Draf Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling
di SMA/Aliyah, Jakarta: Pusat Kurikulum
Dominica,
Sharon. 2012. Preparing for Employment and Careers for Intellectually Disabled
Students.
Harini,
Nita. 2014. Pembelajaran Bagi Anak
Tunadaksa. Bandung: PPPPTK TK dan PLB.
Hermanto
SP. 2008. Optimalisasi Pendidikan Pra
Vokasional Menuju Anak
Berkebutuhan Khusus Mandiri.
Tersedia di :
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Hermanto,%20S.Pd.,M.P
d./OPTIM%20HIMA%20PLB%2008.pdf.
di download tanggal : 6 Juni 2012
Ishartiwi.
2010. Pembelajaran Keterampilan Untuk
Pemberdayaan Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus. Diterbitkan di Majalah
Dinamika Pendidikan. Edisi 2 tahun 2010. Yogyakarta: UNY
Julia, Salma. 2011. Kesesuaian Kurikulum Keterampilan Vokasional Dengan Tugas Perkembangan
Dan Tuntutan Kompetensi Dunia Kerja Bagi Anak Tunagrahita Sedang Di Slb D “X”
Di Kota Bandung. Bandung: UPI, Tesis.